Cinta dan Kehidupan

Cinta itu rumit. Tapi di tengah badai dunia ini, cinta adalah gugusan yang akan menguatkan hati dari hingar bingar pemekak telinga.

Aku mau cerita mengenai hidup cintaku.
21 tahun.
Ya, sepanjang lama itu aku masih menyendiri dan belum pernah sekalipun memiliki pengalaman menjalani suatu hal yang dapat kusebut sebagai 'hubungan'. Banyak orang-orang yang silih berganti datang di hidupku. Banyak pula orang-orang yang kusuka, namun pada kenyataannya mereka terlalu sulit untuk kuraih.

Sejak sekolah dasar dimana kita mengenal 'cinta monyet' aku berulang kali diajarkan yang namanya 'jatuh bangun mencintai'. Kusadari hal tersebut karena semata fisikku. Jujur, aku adalah anak berbadan gempal dan berkulit hitam. Tulang hidungku pun tak tinggi. Kata manisnya, aku pesek... well, aku tak malu mengakuinya karena hal tersebut yang memotivasiku untuk memperbaiki bentuk hidungku secara ALAMI dan lebih mempelajari apa yang dapat dimanfaatkan dari tulang hidung sebelum berusia 21 tahun. Kupun dapat dikatakan lumayan berhasil.

Ohya, hidup cinta 21 tahunku sebenarnya sangat menyenangkan. Aku pernah sekali jatuh cinta kepada lelaki dari Austria yang... entah, sangat aneh menurutku karena dia memiliki kepercayaan diri yang sangat rendah ketika aku justru tergila-gila padanya. Well, dia tidak begitu piawai dalam memulai obrolan, namun aku menikmati setiap momen yang kuhabiskan dengannya. Kami sempat dekat beberapa bulan, atau bahkan tahun karena on-off. Dia lebih muda setahun dariku dan hal tersebut menyebabkan kebingungan pada diriku karena tidak tahu harus berbuat dan menganggapi apa.

Beranjak lagi, aku kembali dekat dengan seorang pria yang tinggal di Amerika. Dia.. sangat baik dan bahkan paling terbuka dari segala pria yang pernah mengisi hidupku. Dia bersedia untuk menjawab segala tanyaku yang sangat penasaran ini. Maksudku adalah dari segi positif. Tak jarang terkadang aku menanyainya mengenai beberapa kebiasaan laki-laki yang kurang dapat kumengerti. Akupun banyak menceritakan kepadanya hal-hal dan permasalahan yang terjadi dalam hidupku. Meski jauh... ia terasa sangat dekat.

Hubungan kami begitu intens. Setiap hari dia mengecek keadaanku dan tak lupa memberiku kasih sayang yang kubutuhkan. Meski jarak jauh, namun kecupan dan sentuhannya terasa begitu dekat. Harus kuakui, dia yang membantuku untuk banyak belajar mengenai bahasa inggris. Dulu aku begitu payah dalam segala sesuatunya, bahkan harus menggunakan platform transkrip bahasa untuk mengerti kata.

Jujur, motivasi utamaku berhubungan dengan mereka adalah untuk belajar bahasa inggris yang memang masing asing di kehidupanku karena aku lahir dan tumbuh di lingkungan berbahasa ibu. Jadilah aku berusaha keras untuk mendapatkan seseorang yang mau untuk senantiasa kuganggu dengan bahasa inggrisku yang pas-pasan. Omong-omong, cara ini ternyata efektif.

Ohya, kembali ke lelaki itu. Awal perkenalan, ia masuk ke kotak pesanku dan perasaanku mengatakan dia bukan tipeku. Namun kupikir, ya sudahlah setidaknya aku belajar. Hubungan kami ternyata berlanjut dengan sangat intens... bahkan intim. Dia menceritakan segala sesuatu tentang kehidupan dan teman-temannya. Akupun seolah merasa mengenal mereka semua secara dekat dan hadir di antara mereka. Hahaha, menyenangkan.

Hubungan kami awalnya sebatas teman curhat dan kami memiliki kesepakatan untuk menghindari hal-hal yang mungkin menimbulkan ketidaknyamanan. Dia pernah memintaku untuk meng'hadiah'kannya figurku tanpa busana. Kukatakan, aku menolaknya. Dengan keras. Diapun meminta maaf dan berjanji untuk tidak meminta lagi. Kami bersepakat.

Waktu berlalu dan kenyamanan antar kami semakin bertumbuh. Terkadang kami menceritakan banyak kegiatan lucu dan berbagi gambar sarkastik yang menyinggung keadaan dunia atau generasi yang telah bobrok ini. Dia pun menceritakan dan memberitahukanku tempat-tempat kesukaannya di sana dan membuatku seakan mengenal semua tempat itu. Dia menceritakanku berbagai sejarah, bahkan seakan "mengajakku" untuk hadir dan menjadi pendampingnya ketika ia harus menjadi best men sahabatnya yang menikah. Ia selalu membagikan segala pengalamannya denganku. Sangat mendetail, bahkan hingga ke pengalaman iman dan hubungan antarnya dengan orangtuanya.

Akupun melakukan hal serupa, menceritakan banyak hal dan segala sesuatunya. Dia terasa semakin dekat. Hubungan kami kemudian berubah seperti sahabat dekat. Dia bahkan yang menjadi penghiburku ketika aku dirawat di rumah sakit dan ketika aku harus terjaga sepanjang malam untuk menyelesaikan tugas-tugasku. Dia selalu di sana.

Kepercayaan yang tumbuh itu kemudian membuat kami nyaman satu sama lain. Berbagai foto tempat, peristiwa, dan kejadian kami bagikan dengan baik satu sama lain. Bahkan ketika aku tidak sengaja menghapus obrolan kami dan kehilangan banyak foto, dia membuatkan kami album untuk dikenang. Begitu pula yang kulakukan kepadanya kala dia harus berganti HP.

Sulit untuk mengakui ini, namun dia juga yang mengajarkanku akan keindahan sebuah hubungan. Dimana kamu dapat terbangun dengan ucapan manis dan emoticon yang membangunkan perasaan baikmu kepada dunia. Dia juga yang menjadi pasangan sextingku. Sungguh jujur kuakui sulit sekali dan sangat ketakutan kala aku mengakui kepada diriku bahwa aku mencintai sexting yang kami lakukan. Setiap kata dan kalimatnya seakan memberikan kenikmatan dan efek ekstasi yang membingungkan. Mungkin karena aku baru sekali mengalaminya. Namun kala itu, aku benar-benar melihat bahwa... ia indah. Rasanya ingin ku menyentuhnya dan membelai lembut dirinya. Merasakan kehangatan pelukan dan kecupan yang ia berikan. Aku menginginkannya.

Hal yang tadinya kuhindari tersebut menjadi kegemaranku. Aku.. merasa bahagia melihat organ intimnya yang dibagikan kepadaku. Aku merasa bahagia kala ia menceritakan segala rahasia yang bahkan tak seorang pun pernah ia ceritakan. Ia membuatku merasa sangat berharga. Ia yang tak pernah bernyanyi, memaksakan diri untuk bersenandung hanya untukku.

Namun kehadirannya bagaikan racun dalam hidupku. Kusadari bahwa... hubunganku dengan Tuhan menjadi rumit akan kehadirannya. Walaupun ia juga pergi beribadah, namun segala hal intim yang kami bagikan satu sama lain membuatku sungguh merasa bersalah dan terjebak dalam situasi yang rumit. Aku beranjak dari fase penolakan, penerimaan, ketagihan, hingga kala itu... aku merasa muak.

Aku merasa sangat muak akan tindakan dan segala perkataan yang kuciptakan untuk membuat kenikmatan bagi kami berdua. Sungguh, aku menikmatinya dan tak dapat berbohong tentang hal tersebut. Bahkan ketika sekarang telah beranjak dua tahun sejak terakhir kali kami berhubungan, aku terkadang merindukannya. Pernah aku kembali untuk mencari potongan kenangan yang hilang antara kami, namun aku tidak menemukannya. Tidak dapat.. atau mungkin tidak diperbolehkan.

2017 akhir, aku begitu..... terdilemma. Keinginanku untuk menjadi pribadi yang bebas namun di sisi lain merasa sangat bersalah membuatku terjebak dalam pikiranku sendiri. Bahkan aku berpikir untuk having sex. Tapi untunglah, entah pikiran rasional atau kelelahan yang melandaku membuatku justru tidak melakukan hal berisiko tersebut. Meskipun terkadang aku menghabiskan hari berduaan saja dengan temanku (he's a guy) di apartemennya atau bahkan berhari-hari dia menghabiskan waktu di rumahku, kami tetap berada di batas aman. Mungkin itu juga adalah alasan mengapa ia harus memiliki kekasih baru kala  kami baru saja pulang dari menghabiskan waktu bermain di taman hiburan.

Bahkan ketika pulang dari taman itu, aku ingat sekali bahwa aku menunjukkan kepadanya foto salah satu mahasiswa kesukaanku. Ia adalah orang Belanda dan... wanginya bagaikan ekstasi di indera penciumanku. Tapi temanku itu menanggapinya dengan lucu, Dia mengatakan mengapa aku memiliki banyak sekali foto laki-laki lain di ponselku. Dia bilang itu bisa membuatnya cemburu. Lalu entah aku terlalu lelah atau bagaimana, namun aku menyandarkan lenganku di punggungnya dan bahkan mencium punggung tanganku sendiri. Kehangatannya begitu terasa. Ew, sekarang aku jijik sendiri mengingatnya. Ia terlalu seperti saudara sendiri bagiku.

Kesukaan kami sama - fotografi - dan ia memiliki bakat yang hebat dalam mengedit. Aku harus mengakuinya. Bahkan ia juga membuat banyak video pendek mengenai perjalanannya ke negaraku untuk mengemban sedikit pendidikan dan banyak liburan hahaha. Dia berjanji untuk memberikanku satu video lagi, namun belum diunggah hingga saat ini. Entah mengapa.

Setiap kali kami membicarakan mengenai foto dan film, matanya berbinar dan ia selalu melakukan kebiasaannya yang unik: menggigit bibir bawahnya. Pernah sekali aku terjebak akan perasaanku sendiri. Ketertarikanku padanya kala itu sangat meningkat. Bibirnya terlihat sangat merah muda dan indah, membuat siapa saja yang menatapnya ingin merasakan apa sensasi dibalik menyentuh bibirnya. Namun, sekali lagi pengendalian diri masih menguasaiku dan aku masih bisa menahan diri.

Sekarang dia telah kembali ke negaranya untuk melanjutkan pendidikan. Akupun melanjutkan kegiatanku serta pendidikanku yang justru merupakan hal terpenting dalam hidup ini. Benar juga.. aku baru tersadar bahwa selama ini aku banyak dibutakan oleh hal-hal lain. Pendidikan adalah bekalku untuk membentuk masa depan yang lebih baik. Bahkan meningkatkan taraf kehidupan untuk semakin menjadi lebih baik. Aku rasa banyak hal yang harus kutegaskan ulang kepada diriku. Banyak hal-hal yang harus ku tata ulang dan kutempatkan di lokasi yang tepat dalam benakku. Aku harus mengendalikan diriku kembali.